Selamat Datang di Blog Sulaiman, Semoga Bermanfaat (...

Recent Post

Minggu, 20 April 2014

Pahlawan Nasional Dari Jambi

sang pahlawan nasional yang hampir terlupakan

Sultan Thaha Syaifuddin di senangi rakyat jambi karena kecerdasan, keberanian dan melawan penjajahan.
Sultan Thaha Syaifudin merupakan Pahlawan nasional asal Jambi yang dilahirkan pada pertengahan tahun 1816 dengan nama asli Sultan Raden Toha Jayadiningrat yang saat kecil sering dipanggil Raden Thaha Ningrat. Saat dinobatkan menjadi sultan pada tahun 1855, usia Sultan Thaha masih tergoleng cukup muda, yakni 22 tahun. Sultan Thaha menggantikan Sultan sebelumnya yaitu Sultan Nazarudin. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Fachruddin, Sultan Thaha justru memperlihatkan perlawanan secara frontal kepada Belanda. Pada 1834, ayahnya menandatangani kontrak kerjasama dengan Belanda.
Adapun Sultan Thaha, justru memakai taktik mengelak dan menghindar kontrak. Sultan Thaha bahkan menolak semua pasal yang membatasi kekuasaan sultan. Junaidi T Noor, sejarawan dari Jambi menyebut Thaha berpantang berhadapan muka dengan Belanda.
Residen Palembang, PF Laging Tobias pada 1881 mendeskripsikan Thaha sebagai orang yang energik lagi bertemperamen panas. Ia diluar "kebiasaan" Jambi yang lamban. Karenanyalah Sultan Thaha adalah musuh utama kolonial Belanda ketika itu, walaupun secara formal kekuasaan Thaha berakhir pada 1858. Tapi kurang lebih 40 tahun ia berjuang di belakang layar sebelum akhirnya mangkat pada April 1904 pada pertempuran di Sungai Aro dan menjadi sultan terakhir dari kesultanan Jambi pada era itu.
Het originele bijschrift bij deze foto luidt: "De laatste sultan van Jambi met zijn gevolg". Mogelijk is hier Sultan Thaha Syaifuddin van Jambi (1816-1904) geportretteerd. Hij werd in 1904 gevangengenomen en gedood door Nederlandse militairen. Het huidige vliegveld bij de gelijknamige hoofdstad van het district Jambi is naar hem vernoemd.
"sultan terakhir Jambi dengan rombongannya." Dia ditangkap dan dibunuh pada tahun 1904 oleh tentara Belanda. Saat ini bandara di ibukota Jambi dinamai menurut namanya.)
Sebagai sultan muda, dalam melawan Belanda ternyata Sultan Thaha mencoba membuka jejaring ke sultan Turki. Sebuah terobosan yang boleh jadi belum dicoba oleh para pendahulunya. Ibu Sultan Thaha yang keturunan Arab menurut Scholten memberi andil soal keputusan sultan muda ini untuk meminta dukungan diplomatik dari kesultanan Turki. Langkah ini, pada 1873 diikuti pula oleh kesultanan Aceh. Bukti usaha diplomatik itu dapat dilihat dari adanya kalung bintang kejora yang merupkan pemberian dari Khalifah Utsmani di Turki untuk Sultan Thaha melalu utusannya. Saat ini Kalung Bintang Kejora tersebut disimpan di Museum Siginjei Jambi.
Sultan Thaha Syaifudin dimakamkan di tengah kota Muaro Jambi. Namun ada versi lain yang menyebutkan lokasi yag berbeda mengenai letak lokasi makan Sultah Thaha Syaifudin. Versi lainnya mengatakan makam sang sultan ada di Desa Betung Bedaro, Kecamatan Tebo Ilir. Versi ini mengatakan Sultan Thaha yang sudah uzur tertembak oleh Belanda dalam sebuah pertempuran. Dalam keadaan luka parah, sultan dilarikan oleh pasukannya.
Sultan kemudian meninggal dalam usia 88 tahun pada tahun 1904 (beliau lahir di Jambi pada pertengahan tahun 1816). Oleh pengikutnya, beliau dimakamkan di Desa Betung Bedaro. Hingga sekarang, versi makam Betung Bedaro ini masih terus disebut-sebut dan dipercayai oleh cukup banyak orang.
Versi lainnya adalah adalah sebuah makam yang berlokasi di Dusun Tanah Garo, Olak Kemang, Kecamatan Muara Tabir, Tebo. Tak hanya makam sang sultan, di lokasi yang sama juga ada beberapa makam lainnya yang disebut-sebut sebagai hulu balangnya.
Berdasarkan SK Presiden RI No. 079/TK/1977, Sultan Thaha Syaifuddin dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

0 komentar:

Posting Komentar

Comments

coment